Categories
Laku Lampah

Lelo Ledung

Tak lelo, lelo, lelo, ledung / Cup meneng, ojo pijer nangis / Anakku sing ayu rupane / Yen nangis ndak ilang ayune

Sebuah tangisan lantang berkumandang.

Seorang Ibu baru saja memenangkan pertaruhan melawan maut. Seluruh tubuhnya masih basah oleh keringat, nafasnya tetap tersengal, detak jantungnya belum memelan pula. Meski begitu, Sang Ibu masih sanggup mengukirkan sebuah senyum melihat sumber dari tangisan tersebut.

Tidak pernah ada keajaiban yang hadir dalam hidup Sang Ibu. Cita-citanya tak pernah muluk-muluk, hanya ingin makanan yang cukup dan keluarga yang utuh. Kesehariannya tak mengenal kata mewah, hanya dibangun dari peluh hasil jerih payah.

Siapa sangka, hari itu keajaiban datang padanya dalam bentuk seorang insan kecil yang kini ada di dekapannya, yang perlahan tenang usai ditimangnya.

Tak gadhang bisa urip mulya / Dadiyo wanita utama / Ngluhurke asmane wong tuwa / Dadiyo pendekare bangsa

Dunia ini akan menjadi miliknya seorang.

Dunianya, yang lebih besar dari yang mampu diimpikan Sang Ibu, akan menjadi tempatnya mengukir kisah dan menemukan magisnya hidup. Tentang masa-masa baik, masa-masa berkabung. Tentang cinta, begitu pula culas. Tentang semua yang akan mendapat tempat di hati dan pikirannya kelak.

Dan bila segala harapan sirna dalam langkah hidupnya kelak, insan kecil itu akan menyadari. Di antara banyaknya keajaiban yang ia temui, hanya ada satu keajaiban yang paling berarti: Hidupnya sendiri.


Narasi pertama dari Laku Lampah (2025).

Ayunda Damai's avatar

By Ayunda Damai

Learner & Storyteller

Leave a comment