Categories
Laku Lampah

Njai

Sebuah masa baru hadir dalam hidup sang insan.

Masa dimana rumahnya tak lagi terasa seperti rumah. Dimana semua yang ia ketahui dan semua yang ia yakini seakan lenyap. Seakan raganya telah dibawa ke suatu dunia antah berantah dan sang insan dipaksa merangkak, memulai segalanya dari awal.

Ada hantu yang mengintainya sejak itu.

Bukan, hantunya bukanlah roh jahat.

Hantunya tidak lain daripada pikirannya sendiri. Dipenuhi ketakutan akan kehilangan, yang sekarang terasa semakin menjadi usai semuanya telah pergi. Menyergapnya dalam sunyi, menjeratnya sebelum dapat beranjak ke tempat yang ia ingini. Hingga ia hanya bisa terjebak di sini, di dalam kungkungan ruangan ini.

Sang insan ingat, ruangan ini dulu nampak lebih lapang. Orang-orang tersayangnya pernah menghabiskan waktu, bersenda gurau di dalamnya. Sementara ia sendiri memperhatikan mereka yang berkegiatan dan berlalu, dengan sesekali diselingi cengkerama dan gelak tawa.

Kini hanya tersisa bayang-bayang yang menjadi saksinya. Sementara gelak tawanya sendiri hanya bisa didengar lagi di dalam benaknya, tanpa berwujud nyata. Sang insan merasa pikirannya sedang mempermainkannya. Mengingatkannya bahwa pernah ada hari-hari yang lebih cerah, lebih indah, tapi sekaligus menahannya agar tak sanggup kembali ke sana. 

Apa guna dari semua ini bila ia tidak bisa memilih kemana ia akan melangkah lagi?

Tak hanya ruangannya yang terasa kian mengecil, dirinya pun juga. Terus menerus meringkuk, meratapi diri, sang insan berlagak bak seorang Njai, dengan hidup yang telah direbut paksa dari genggaman tangannya sendiri. Hanya bisa menunduk, merendah, mengiyakan apapun yang terjadi.

Namun entah darimana, merasakan dirinya tercekat dan nyaris berlinang air mata, amarahnya justru datang menyelamatkannya. Memang ada kaki-kaki yang terbelenggu. Masih dihimpit dan dipasung ragu. Tapi ada tangan-tangan yang berani menantang maut. Merasa merdeka, hingga berseru tanpa takut.

Jadi biarlah dunia memaksanya memulai segalanya dari awal. Tak letih-letih ia akan merangkak dan tertatih hingga jalannya mulus seperti sediakala. Biarlah pikiran sendu mengusiknya. Tak henti-henti ia akan berseru lebih kencang hingga pikirannya tidak lebih dari dengungan tanpa makna. Dan bahkan bila maut ikut menghadang, jika kemenangan dapat menjamin kebebasannya, sang insan akan tetap bersikeras melawannya.

Hanya itulah yang bisa ia lakukan: Berusaha, demi bisa melangkah lagi.

Apapun hasilnya.

Apapun akhirnya.


Narasi ketiga dari Laku Lampah (2025).

Ayunda Damai's avatar

By Ayunda Damai

Learner & Storyteller

Leave a comment