Categories
Laku Lampah

Yen Ing Tawang Ono Lintang

Yen ing tawang ono lintang, cah ayu / Aku ngenteni tekamu

Dalam kegelapan, seonggok tubuh masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Hidungnya kembang kempis bernafas, matanya sesekali mengerjap.

Sang insan baru saja bertaruh dengan maut. Tak peduli kalah atau menang, selama meyakini dirinya kini sudah tenang. Semuanya sudah terlewati, ia rasa. Manisnya mimpi-mimpi indah pernah dinikmatinya. Getirnya kenyataan telah diterjangnya. Jadi bila ini memang waktunya kembali menyatu dengan bumi, ia sudah tak takut lagi.

Tapi masih ada yang menahannya untuk pergi.

Sang insan tahu, masih ada yang menunggunya bermimpi lagi, hingga ia melangkah kembali.

Marang mega ing angkasa, nimas / Ingsun takok’ke pawartamu

Wajah sang insan menengadah, takzim memperhatikan hamparan gemintang yang menyelimutinya. 

Dirinya bertanya-tanya. Bukankah ia sendiri yang dulu berjanji? Selama hatinya bertahan, ia akan selalu bersorak, merayakan apa yang bisa dirayakan. Bukankah ia sendiri yang dulu berikrar? Selama raganya bertahan, ia akan selalu berseru, melawan apapun yang menjadi halangan.

Janji-janji aku eling, cah ayu / Sumedhot rasaning ati

Seonggok tubuh itu masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Meski kini memejamkan mata, dirinya bernafas semakin dalam, semakin khidmat. Masih ada yang belum dilewati, ia rasa. Justru, pertaruhan dan kebertahanannya menghadapi maut memberinya suatu rasa yang baru. 

Harapan.

Sebagaimana dirinya adalah harapan yang menuntun Sang Ibu melangkah kembali, sang insan pun memiliki kekuatan untuk melahirkan harapan-harapannya sendiri. Dalam bentuknya sendiri. Pada waktunya sendiri. Yang dapat menuntunnya melangkah lagi.

Lintang-lintang ngiwi-iwi, nimas / Tresnaku sundhul wiyati

Karena pada akhirnya, dunia ini hanya miliknya seorang. 

Dunianya, yang telah menjadi tempatnya mengukir kisah, mungkin tidak sempurna. Kadang memberi banyak kebebasan, pun juga bisa mengekang. Terkadang penuh jawaban, di lain waktu kerap memunculkan pertanyaan.

Namun selama raga sang insan masih bertahan di sana, ia akan terus melangkah bersama harapan yang ada. Dan bila harapan yang satu telah mati, dari dirinyalah harapan baru akan lahir.

Lagi, dan lagi, dan lagi.


Narasi keempat dari Laku Lampah (2025).

Ayunda Damai's avatar

By Ayunda Damai

Learner & Storyteller

Leave a comment