Categories
Reflection

Selamat Ulang Tahun Papski

Sejak umur 8 tahun, aku sudah tidak tinggal serumah dengan Papski. Awalnya, karena pekerjaannya di luar kota.

Selama beberapa tahun setelahnya, Papski selalu menyempatkan diri untuk pulang ke Sidoarjo, walau hanya sekitar 2-3 minggu sekali. Setiap kali aku tahu kalau Papski akan pulang, pada Sabtu jam 6 pagi, aku selalu menunggu, mengawasi jalan depan rumah. Begitu terus sampai ada taksi datang dan Papski muncul dari dalamnya. Sayangnya, tidak sampai 48 jam kemudian, tepat pada hari Minggu jam 6 malam, aku sudah harus berpamitan dengan Papski yang kembali pergi.

Ajaibnya, Papski selalu tahu cara membuat momen-momen kebersamaan kami yang terbatas menjadi berkesan. Aktivitas yang kami lakukan sederhana saja, seperti bersepeda ke sawah belakang rumah, mengantar les piano, atau makan bersama. Tapi menjadi berharga karena diiringi obrolan yang bermakna. Bicara ngalor-ngidul tentang sekolah, tentang pekerjaan Papski, tentang film terkini, ataupun tentang hal-hal apapun yang terjadi di sekitar kami, rasanya sudah seperti kewajiban setiap kali bertemu. 

Alhasil, obrolan-obrolan inilah yang membentuk pribadiku sekarang. Kalau tidak dikenalkan oleh Papski, mungkin aku tidak akan mengenal buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer, film-film MCU, lagu-lagunya Tulus, atau banyak hal lainnya yang kini menjadi favoritku. Kalau bukan karena Papski, mungkin aku tidak akan sesuka ini membaca dan mengoleksi buku (dan memiliki kebiasaan memborong buku di setiap kesempatan yang ada). Kalau bukan karena obrolan-obrolan bersama Papski, mungkin aku tidak akan memiliki rasa ingin tahu tinggi tentang banyak hal, yang sampai sekarang menjadi motivasi utamaku untuk terus mengembangkan diri.

Karena tanpa sepenuhnya disadari, ketika raga lebih sering terpaut jauh, salah satu hal terampuh bagiku untuk merasa dekat dengan Papski adalah menjadi cerminan dirinya.

Seiring waktu berlalu, keadaan mulai berubah. Kini, Papski tidak lagi pulang ke rumah yang sama. Kami beradaptasi. Pulang ke Sidoarjo setiap 2-3 minggu sekali berubah menjadi sesi ngobrol melalui Google Meet setiap satu minggu sekali. Sekali-dua kali mengunjungi Papski di Jakarta berubah menjadi mengunjungi Papski di Solo setiap libur sekolah.

Aku pun beradaptasi, menyadari bukan lagi satu-satunya anak Papski. Ternyata tidak susah. Proses adaptasi ini semakin membuatku sadar betapa beruntungnya aku memiliki bapak seperti Papski, yang meskipun dengan kekeliruannya dan kebingungannya (terutama, sepertinya, dalam menghadapi anak sulungnya yang sudah remaja ini), tetap berusaha untuk terus mendengarkan, memahami, dan belajar dari anak-anaknya. 

Jadi, selamat ulang tahun Papski! Terima kasih untuk semua upaya yang selama ini Papski sudah lakukan dalam membesarkanku dan menjadi teman ngobrolku.

Doaku selalu mengalir untukmu.

Aku sayang Papski ❤️

Ayunda Damai's avatar

By Ayunda Damai

Learner & Storyteller

2 replies on “Selamat Ulang Tahun Papski”

Masya Allah, Bapak sudah berhasil membentuk anaknya menjadi pembelajar sepanjang hayat lewat obrolan2 bermakna. Selamat ulang tahun pak. Semoga sehat selalu dan terus mencerahkan.

Leave a reply to Hasniar Cancel reply