Hari Minggu kemarin saat pagi jam 09.00 WIB, setelah shalat Idul Adha aku, mamski dan papski berjalan-jalan ke daerah wisata Majapahit di Trowulan-Mojokerto. Sebelum berjalan-jalan, kami berembug dulu ingin berjalan-jalan kemana. Lalu, karena papski ingin jalan-jalan di daerah Mojokerto jadi kami pergi ke Trowulan.
Pertama, kami pergi ke Candi Tikus dahulu. Saat di jalan kami kebingungan karena petunjuk arahnya yang tidak jelas. Sampai mamski hampir ingin putar balik dan menuju candi yang lainnya. Untung akhirnya kami bisa sampai ke Candi Tikus.
Kata papski Candi Tikus itu dulunya adalah pemandian raja seperti Jolotundo itu lhoo.. (Hari-Hari Saat Liburan: Ke Petirtan Jolotundo) Tapi kalau ini mata airnya bukan asli dari tempatnya, tapi dari tempat yang lain. Dan sekarang airnya sudah tidak mengalir lagi seperti dulu.
Tujuan kedua adalah Candi/Gapura Bajang Ratu. Maaf, kalau soal Gapura Bajang Ratu aku tidak begitu tahu asal-usul pembuatannya. Tapi katanya nama Bajang Ratu diambil dari salah satu Raja Majapahit yang dinobatkan menjadi raja saat masih muda. Jadi artinya Bajang berarti muda dan Ratu itu Raja, kalau disambung menjadi Raja yang muda. Tapi ada yang mengatakan juga saat Raja itu masih kecil dia pernah jatuh dan terluka di sekitar daerah Candi Bajang Ratu. Artinya Bajang yang berarti cacat dan Ratu yang juga artinya Raja, berarti Raja yang cacat. Lalu, masyarakat sekitar juga mengatakan bahwa jika ada pejabat yang masuk dan melewati dalam Gapura Bajang Ratu akan membuat hari pejabat itu sial.
Setelah ke Gapura Bajang Ratu kami pergi ke Pendopo Agung. Saat di pendopo, aku melihat nama-nama Raja yang pernah bertakhta di sana:
- Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana) (1293-1309)
- Jayanagara (1309-1328)
- Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
- Hayam Wuruk (Rajasanagara) (1350-1389
- Wikramawardhana (1390-1428)
- Suhita (1429-1447)
- Dyah Kertawijaya (1447-1451)
- Rajasawardhana (1451-1453)
- Girishawardhana (1456-1466)
- Singhawikramawardhana (Suraprabhawa) (1466-1474)
- Grindrawardhana Dyah Wijayakarana (1468-1478)
- Singawardhana Dyah Wijayakususma (menurut pararaton menjadi raja Majapahit selama 4 bulan sebelum meninggal secara mendadak) (?-1486)
- Girindrawardhana Dyah Ranawijaya/Bhre Kertabumi (1474-1519)
Kami juga melihat relief Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Patih Gajah Mada yang berbunyi:
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan yun amuktia Palapa, sira Gajah Mada. “Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti Palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, saman isun amukti Palapa.”
Lalu setelah itu aku, mamski dan papski menemukan pintu tersembunyi yang berada di balik relief. Pintu itu mengarah ke belakang istana yang merupakan tempat gajah kerajaan diikat atau diletakkan. Lalu disitu juga terdapat sebuah bangunan kecil yang dulunya digunakan untuk tempat bertapanya Raden Wijaya dan tempat Patih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Setelah ke Pendopo Agung kami makan ikan wader di sebelah kolam segaran. Setelah makan aku bertanya ke papski setelah makan akan ke mana. Kata papski habis ini akan pulang, padahal aku masih ingin berjalan-jalan lagi. Akhirnya karena papski tahu kalau aku ingin berjalan-jalan lagi, kami pergi ke Candi Brahu.
Dulu, Candi Brahu ini katanya adalah tempat pembakaran Raja-Raja Majapahit yang telah meninggal. Tapi anehnya tidak ada seorangpun sampai sekarang yang menemukan bekas abunya.
Candi Brahu ini memang Candi nomor dua terbesar yang pernah kukunjungi setelah Borobudur. Lalu, sekeliling Candi Brahu ada beberapa Candi kecil yang lainnya. Tapi memang beberapa Candi kecil itu sudah musnah, salah satu yang masih ada itu Candi Gentong.
Setelah itu, kami pergi ke tujuan terakhir yaitu Gapura Wringin Lawang. Wringin artinya beringin dan Lawang artinya pintu, jadi artinya Pintu Beringin. Dinamakan Pintu Beringin karena dulu di tempat Gapura Wringin Lawang ada dua Pohon Beringin yang menunjukkan arah ke Kerajaan Majapahit. Tapi sayangnya kedua Pohon Beringin itu sudah tidak ada karena ditebang.
Oh iya, ini ada tambahan kalau kalian mau tahu tentang perbedaan Gapura dan Candi. Candi adalah bangunan yang tertutup dan biasanya terdapat relief di badan Candi. Lalu, Candi juga biasa dipakai untuk tempat pemujaan. Kalau Gapura adalah bangunan yang berbentuk seperti pintu atau terdapat lubang di tengah-tengahnya untuk keluar masuk Keraton atau Kerajaan.
Menurutku jalan-jalan Hari Minggu kemarin seruu sekali. Karena memang jarang-jarang aku mengunjungi beberapa tempat sekaligus 🙂