Hari ini adalah pertama kalinya melaksanakan tugas sebagai warcil (wartawan cilik) di sekolahku. Sebenarnya bukan hari ini sih pengalaman pertamanya, karena sebelumnya aku sudah pernah diminta menulis laporan singkat tentang perayaan Tahun Baru Islam yang lalu. Tapi ini adalah pertama kalinya mewawancarai seseorang secara langsung. Hasil wawancara tersebut akan dimasukkan ke Majalah MUH1DA. Anggota warcil yang sekarang ada 4, yaitu aku, mbak Khansa, mbak Difa, dan mbak Azka. Aku sendiri menjadi warcil awalnya karena ditawari guru dan aku mau. Lalu kata guru yang membina warcil, nanti saat semester 2, warcil yang sudah kelas 6 seperti mbak Difa dan mbak Azka tidak bisa ikut warcil lagi, sehingga akan ada anggota baru lagi yang menggantikan. Jadi semacam pensiun gitu, hihihi… Mereka harus fokus untuk menyiapkan ujian akhir.
Hari ini, aku dan mbak Difa ditugaskan untuk mewawancarai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo. Jadi, karena aku tadi UTS, di mata pelajaran terakhir guru pembimbing warcil minta izin ke guru yang menjaga kelasku. Jadi ketika aku sudah selesai mengerjakan soal, walaupun belum waktunya pulang aku bisa langsung pergi ke tempat berkumpul sebelum berangkat wawancara. Ketika akan keluar ruangan, teman-temanku pada penasaran karena aku keluar lebih dulu. Untung saja aku tidak perlu repot menjawabnya karena salah satu temanku yang ayahnya juga guru langsung membantu menjelaskan ke teman-temanku yang bertanya.
Akupun segera keluar ruangan membawa tas dan pergi ke ruang publikasi untuk menunggu mbak Difa yang masih bersiap-siap. Begitu mbak Difa telah siap, kami bersama guru yang mengantar berangkat ke tempat wawancara yaitu Kantor Dinas Pendidikan. Tapi ternyata, tepat sebelum berangkat Kepala Dinasnya menginformasikan kalau beliau sedang di SDN 3 Pucang Sidoarjo. Akhirnya kami tidak jadi ke Kantor Dinas, melainkan menuju SDN 3 Pucang Sidoarjo.
Di jalan, kami diminta memakai rompi khusus warcil serta memakai name tag. Berasa keren aku kalau pakai rompi warcil itu, hehehehe… 😁. Yang lucu itu adalah saat aku dan mbak Difa memakai rompinya tertukar. Seharusnya yang rompi yang ukuran kecil itu kupakai dan yang besar dipakai mbak Difa. Eh ternyata malah sebaliknya. Untung saja yang menyadari itu cuma aku, mbak Difa dan salah satu guru yang mengantar, jadi kami tidak merasa malu banget.
Sesampainya di SDN 3 Pucang, kami langsung ke ruang kepala sekolahnya. Disitulah kami akan mewawancarai Kepala Dinas. Ada 9 pertanyaan yang diajukan dan karena mbak Difa lebih berpengalaman, jadi mbak Difa yang memulai wawancaranya lalu setelah itu kami bergantian bertanya. Setelah wawancaranya selesai, disempatkan berfoto bersama dulu sebelum kami pamit. Lalu, kami diajak oleh guru-guru yang ikut untuk makan siang ke Toby’s. Baru setelah itu aku dan mbak Difa diantar pulang ke rumah masing-masing.
Rasanya menjadi warcil itu seruuu banget. Walaupun aku tadi sempat deg-degan. Tapi aku deg-degannya tidak sampai membuat kesalahan. Lalu enaknya menjadi warcil, aku bisa lebih berani bertanya ke orang lain dan bisa belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar juga. Sebab tidak hanya wawancara, yang akan menulis artikelnya di Majalah MUH1DA juga adalah warcil. Jadi, nanti kalau Majalah MUH1DA-nya sudah terbit, akan ku posting fotonya ya.. 😄
2 replies on “Menjadi Wartawan Cilik”
[…] ← Sebelumnya […]
[…] Iya memang, tapi menurutku sudah cukup latihan tambahannya lewat warcil sama nulis blog, selain pelajaran Bahasa Indonesia di kelas. Kalau di warcil aku seneng, […]