Lagi-lagi aku termenung di tengah bisingnya kantin sekolah siang hari itu. Tergiang-ngiang di kepalaku kata-kata eyang putri belum lama ini. “Nia, eyang harap kamu dapat meneruskan karier eyang sebagai penari Jawa jika eyang sudah tidak ada nanti.”
Entah kenapa, ucapan tersebut seolah menjadi pertanda meninggalnya eyang putri kemarin karena serangan jantung. Aku tidak menyangka semuanya terjadi begitu cepat. Hari dimana aku merasa bimbang untuk memilih, apakah harus meninggalkan kegemaranku menari modern, lalu beralih menekuni tarian Jawa seperti eyang. Aku benar-benar galau.
“Hei, Nia! Melamun saja!” seru Aliyah, sahabatku. “Eh, i-iya..”, ucapku. “Kamu terlihat kurang bahagia hari ini. Ada apa?” Tanya Aliyah masih penasaran. “Eyang putriku meninggal kemarin dan menginginkanku meneruskan karirnya sebagai penari Jawa” jelasku. “Hmm… kamu harus mencoba mulai mempelajari tari tradisional berarti, agar bisa menjadi penari Jawa yang hebat seperti eyangmu”.